Sabtu, 13 Juli 2013

Putri-Putri Baginda Rasulullah SAW


1. ZAINAB
Zainab adalah putri pertama Rasulullah SAW., dari khadijah binti khuwalid. Ketika usianya sudah cukup untuk menikah, Rasulullah SAW., menikahkannya dengan Abul ‘As Ibn Rabi’ putra bibinya dari pihak ibu yaitu Hallah binti khuwalid. Abul ‘As adalah pemuda terhormat di kaumnya. Dari pernikahan itu lahirlah Ali dan Umamah. Ali meninggal ketika bayi.

Ketika Muhammad SAW., diangkat sebagai Rasul yang membawa agama islam, zainab segera mengikutinya. Ketika itu Abul ‘As sedang berdagan ke Syam. Ketika kembali, Zainab segera mengabarkan tentang kenabian ayahnya. “Kanda, ayahku menerima wahyu Allah SWT. Sekarang aku dan keluargaku  mengikuti agama ayahku, Muhammad SAW,” kata Zainab. Abul ‘As terdiam. “Zainab aku tidak bisa mengikuti agama ayahmu. Apa kata kaumku kalau mereka tahu aku mengikuti agama istriku,” kata Abul ‘As.
Zainab sedih. Tak henti hentinya ia berdo’a kepada Allah agar dibukakan mata hati suaminya. Ketika terjadi peristiwa hijrah, Zainab tidak ikut. Ia berharap suaminya berubah pikiran. Zainab ingin sekali hijrah bersama suaminya.

Terjadilah perang Badar. Suaminya berada di pihak kafir Quraisy. Sedangkan ayahnya memimpin pasukan kaum muslim. Zainab harap-harap cemas menunggu berita suaminya. Ketika perang selesai, Zainab mendapat kabar, bahwa suaminya ditahan oleh kaum muslim. Zainab lalu mengiring kalung Onix Safir  hadiah pernikahan dari ibunya Khadijah sebagai tebusan.

Rasulullah SAW mendengar berita itu. Rasulullah SAW melihat seuntai kalung milik putrinya yang merupakan hadiah pernikahan dari ibunya Khadijah. Rasulullah SAW, menangis memandangi kalung itu. Ia teringat akan Khadijah istrinya yang mulia. Yang teramat dikasihi.

“Kalau saja kalian bisa membebaskan Abul ‘As tanpa tebusan kalung ini lakukanlah” Kata Rasulullah SAW

Para sahabat tahu betapa sedih hati Rasulullah SAW. Para sahabat juga tahu betapa dalam cinta Zainab kepada Abul ‘As. Para sahabat membebaskan Abul ‘As dan mengembalikan kalung itu kepada Zainab.

“Abul ‘As. Engkau kami bebaskan. Zainab istrimu yang telah menebusnya. Akan tetapi ada satu permintaan, izinkan Zainab tinggal bersama kami,” kata rasulullah SAW

“Baiklah” kata Abul ‘As.

Abul ‘As kembali ke Mekkah. Ia mengabarkan permintaan Rasulullah SAW., kepada Zainab.

“Dengan berat hati kita harus berpisah Abul ‘As. Kita berpisah kaarena Allah SWT belum membukakan pintu hatimu untuk Islam” Kata Zainab Kepada Suaminya.

Maka berangkatlah Zainab ke Madinah bersama dengan putrinya. Jalan yang panjang dan penuh bahaya dilalui dengan tabah. Atas pertolongan Allah SWT, zainab tiba di Madinah dengan selamat. Abul ‘As sedih berpisah dengan istri dan anaknya. Dengan berat hati Abul ‘As pergi ke Syria bersama kafilah Quraisy.
Jauh di Madinah, seorang wanita cantik, putri orang terbaik di Dunia tak henti hentinya berdo’a. Zainab selalu mendo’akan suaminya agar Allah membukakan hatinya memeluk agama Islam. Dan dalam pengembaraannya, Abul ‘As teringat akan istrinya. Ia menuliskan dalam sebuah Syair.

Aku teringat Zainab ketika dia bersandar di rambu jalan
Aku berkata kepada orang yang tinggal di kota Haram, ‘Air untuk putri al-Amin’. Semoga Allah memberkatinya. Tinggi budinya, dan semua suami memujinya

Abul ‘As dan kafilahnya kembali dari Syria. Kaum muslim menahannya karena mereka memasuki kaum muslim tanpa izin. Termasuk di dalamnya adalah abul ‘As. Sebelum subuh tiba Abul ‘As menemui Zainab. Ia meminta perlindungannya. Zainab pun segera ke masjid.

“Aku member jaminan kepada Abul ‘As ibn Rabi,” kata Zainab usai shalat subuh.
“Wahai Kaumku apakah kalian mendengar? Bebaskan Abul ‘As dan kafilahnya. Zainab binti Rasulullah SAW yang menjadi jaminannya” kata Rasulullah SAW.

Abul ‘As dan kafilahnya diizinkan memasuki kota madinah
Pada saat itu, turunlah Firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab yang artinya :

“Jadi apabila seseorang perempuan masuk Islam sebelum suaminya, maka suaminya itu tidak berhak lagi atas dirinya kecuali jika mereka menikah kembali. Masuknya perempuan ke dalam Islam sama artinya dengan bercerai”

Zainab lalu menemui ayahnya.
“Ayah, aku ingin kembali kepada kepada Abul ‘As,” kata Zainab
“Dia tidak halal lagi untukmu. Kamu boleh kembali bila ia telah memeluk Islam” kata Rasulullah SAW.

Kesetiaan Zainab diuji lagi. Abul ‘As harus kembali ke Mekkah untuk menyelesaikan segala urusannya. Setelah hampir dua tahun, Abul ‘As hijrah ke Madinah. Pada tahun ke-7 Hijriah di bulan Muharram, Abul ‘As hijrah ke Madinah dan menyatakan masuk Islam. Betapa bahagia hati Zainab, Allah SWT mengabulkan doanya yang tulus untuk suaminya.

Rasulullah SAW., lalu menikahkan kembali Zainab dengan Abul ‘As dengan mahar baru. Keduanya berkumpul kembali setelah bertahun tahun berpisah. Allah SWT memberikan buah kesabaran Zainab dengan dikembalikan suaminya dalam keadaan muslim.


Allah SWT Maha Tahu. Allah SWT Maha Berkehendak. Ternyata masa bahagia Zainab tidak berlangsung lama. Pada tahun ke-8 Hijriah Zainab sakit. Pada saat itu pula ajal Zainab tiba. Ia meninggal pada tahun itu juga. Ummu Aiman, Ummu Salamah, dan Saudah binti Zum’ah memandikan jenazah Zainab putri Rasulullah SAW. Zainab kembali kepada Allah SWT dengan memberikan tauladan yang amat berharga. Kesabaran, kesetiaan seorang istri yang tiada bandingnya.

2. RUQAYYAH
Ruqayyah adalah puri kedua Rasulullah SAW dari Khadijah. Ruqayyah tumbuh dengan kasih sayang yang berlimpah. Ketika usia sudah menginjak remaja. Keluarga Banu Hasyim hendak menyambung tali silaturrahmi dengan keluarga Muhammad SAW. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi pernikahan Zainab dengan Abul ‘As putra dari Banu Khuwailid.

Keluarga Abdul Uzza atau yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, adalah keluarga kaya dan terhormat. Untuk menjaga martabatnya,  ereka bermaksud menikahkan putranya Uthbah Ibn Abu Lahab dengan Ruqayyah. Muhammad SAW yang bijak menerima lamaran itu.

Maka pernikahan Ruqayyah dengan Uthbah dengan dasar kesamaan derajat bukan cinta kasih sebagaimana Zainab dengan Abul ‘As. Setelah menikah, Ruqayyah tinggal bersama mertuanya Ummu Jamil. Putri Muhammad SAW yang pendiam itu harus berhadapan dengan mertua yang kasar dan tamak. Setiap hari, Ummu jamil selalu mencari kesalahan menantunya. Ruqayyah tidak pernah menceritakan perlakuan ibu mertuanya kepada ayah-ibunya. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan rasa cinta dan kasih sayangnya.

Allah Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Kala itu Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT. Abu Jamil dan Abu Lahab adalah orang yang paling memusuhi. Mereka lalu membujuk anaknya untuk menceraikan Ruqayyah.

“Ceraikan anak Muhammad. Kembalikan ke rumah orang tuanya, biar Muhammad tahu rasa. Masa ia menghina Tuhan nenek moyang kita” kata Ummu Jamil

Uthbah mengikuti saran ibunya. Ruqayyah dikembalikan kepada keluarganya. Betapa lega hati Ruqayyah berkumpul kembali bersama orang orang yang ia kasihi. Akan tetapi keadaan saat itu telah berubah.keluarga Nabi Muhammad SAW tidak lagi hidup tenang. Kaum kafir Quraisy terus mengancam. Pada saat itu turunlah firman Allah SWT yang artinya :

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” (Q.S Al-Lahab : 1)

Ummu Jamil marah mendengar berita tentang turunnya ayat itu. Dia ingin membunuh Rasulullah SAW. Atas perlindungan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW selamat dari kejaran Ummu Jamil. Dakwah islam terus mendapatkan cobaan. Untuk meringankan hati Rasulullah SAW., Usman ibn Affan, bangsawan Quraisy yang kaya meminang Ruqayyah. Hal ini menambah rasa sakit hati kaum Quraisy.

“Ya Rasulullah, aku ingin mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat dengan menjadi menantumu” kata Usman.

Rasulullah SAW menerima lamaran Usman. Ruqayyah lalu dinikahkan dengan usman. Dakwah kaum muslimin semakin mendapat tekanan. Nabi Muhammad SAW merelakan ummatnya untuk hijrah ke Habbasyah. Di sana ada seseorang raja Najasy, yang baik hati. Mereka bersedia menerima kaum muslim. Maka hijrahlah Usman dan Ruqayyah ke Habbasyah.

Dengan sedih, Ruqayyah meninggalkan keluarganya. Akan tetapi, dakwah islam mengharuskan mereka berpisah. Ruqayyah menerima dengan sabar dan ikhlas. Di Habbasyah, Ruqayyah melahirkan putra pertamanya, akan tetapi putranya meninggal. Tak lama kemudian Allah SWT memberikan anak laki laki yang di beri nama Abdullah ibn Usman. Ketika Umar Ibn Khattab dan Hamzah Ibn Abdul Muthalib memeluk Islam, kaum muslimin yang di Habbasyah kembali ke Mekkah. Ruqayyah dan usman bersama bayi mereka ikut pula dalam rombongan itu. Kerinduan kepada kampong halaman dan orang-orang yang dicintai memberikan semangat yang besar.

Setibanya di Mekkah, Ruqayyah menuju rumahnya. Di sana tinggal Ummi Kalsum dan adiknya Fatimah. Mereka bertiga berpelukan menumpahkan kerinduan yang amat dalam.

“Ummi Kalsum, Fathimah, dimana Ayah?” Tanya Ruqayyah.
“Ayah dalam keadaan baik baik,” kata Ummi Kalsum.
“Lalu dimana Ibu?” Tanya Ruqayyah.

Kedua adiknya terdiam. Ruqayyah menangkap ada peristiwa besar telah menimpa keluarganya. Ruqayyah segera ke kamar ibunya. Dia tidak menemukan siapa-siapa. Ruqayyah tahu bahwa ibunya telah tiada. Tangisnya kembali tumpah, dan tangisan itu baru berhenti ketika tangan lembut ayahnya mengusap bahunya.

“Semua yang hidup akan kembali,” Kata Nabi Muhammad SAW menenangkan hati putrinya.

Waktu terus berlalu. Kaum muslim hijrah ke Madinah. Ruqayyah dan suaminya turut serta. Di Madinah, Ruqayyah hidup bahagia bersama suami dan anaknya. Masa indah itu tidak berlangsung lama. Ketika berusia dua tahun Abdullah sakit dan meninggal. Ruqayyah sedih sekali, dan setelah itu ia tidak melahirkan anak lagi.
Ketika itu bulan Ramadhan, tuujuh belas bulan setelah hijrah kaum muslim mempersiapkan perang badar. Ruqayyah jatuh sakit.

“ya Utsman, jagalah putriku. Rawatlah ia” pesan Rasulullah SAW
“baik, ya Rasulullah,” kata Ustman.

Ketika terjadi perang badar Ruqayyah meninggal di pangkuan suaminya. Utsman sangat sedih. Ruqayyah istri yang tabah dan setia itu pergi untuk selama-lamanya.

Utsman mengutus Zaid Ibn Haritsah untuk mengabarkan berita itu kepada Rasulullah SAW di Badar. Ketika pasukan kaum muslim kembali ke Madinah, Ruqayyah telah dimakamkan. Dialah putri Rasulullah SAW yang pertama meninggal. Rasulullah SAW sangat sedih. Demikian juga dengan kaum muslim. Umar ibn Khattab pun ikut meneteskan air mata.

“Biarkan Umar menangis. Tapi hati-hatilah bisikan setan. Sesungguhnya semua yang hidup akan kembali kepada Allah SWT” kata Rasulullah SAW

Tampak pula Fathimah putri bungsu Rasulullah SAW yang menangis di ujung makam kakaknya. Rasulullah SAW menghapus air mata putrinya dengan ujung bajunya.


Demikianlah Ruqayyah yang hidup dalam waktu yang sangat singkat. Ketabahannya dalam mengemban amanah Allah SWT adalah tauladan yang tidak pernah usang.

3. UMMI KALSUM
Ummi kalsum adalah putri ketiga Rasulullah SAW dari Khadijah. Sebelum masa kenabiannya ia menikah dengan Utaybah Ibn Abu Lahab. Sebelum tinggal di rumah suaminya, Allah SWT mengutus Muhammad SAW sebagai Rasul Allah SWT. Pada saat itu, Abu Lahab meminta putranya membatalkan pernikahannya. Utaybah mengikuti perintah ayahnya. Maka jadilah Ummi kalsum janda. Khadijah dengan sabar menghibur putrinya. Ya, pada masa itu pembatalan pernikahan adalah aib yang memalukan.

“Anakku, Allah SWT akan menggantikan yang lebih baik.” Kata Khadijah kepada putrinya.

Ketika itu turunlah Surat Al-Lahab ayat 1 yang artinya :
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa ”  (Q.S Al-Lahab : 1)

Ummi kalsum tidak sedih lagi. Dengan mantap ia bersama saudara dan ibunya memeluk Islam. Dan ketika itu Allah SWT membukakan hati orang-orang Yastrib untuk menerima kaum muslim. Tekanan kaum kafir Quraisy semakin menjadi-jadi. Mereka memboikot kaum muslim. Khadijah yang telah renta meninggal dan Ummi Kalsum semakin sedih.

Rasulullah SAW lalu menikah dengan Saudah binti Zum’ah, janda yang ditinggal suaminya ketika kembali dari Habbasyah. Bersama dengan saudah dan Fathimah, Ummi Kalsum hijrah ke Madinah. Ketika terjadi perang badar, Ruqayyah kakaknya meninggal karena sakit. Rasulullah SAW lalu menikahkan Utsman ibn Affan suami Ruqayyah dengan Ummi Kalsum. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-3 Hijriyah.

Ummi Kalsum dan Utsman hidup bahagia. Akan tetapi Allah SWT juga tidak memberikan putra. Pada tahun ke-9 Hijriyah Ummi kalsum jatuh sakit. Ia meninggal pada tahun itu pula dan Rasulullah SAW tampak sedih.

“kalau saja aku punya sepuluh anak perempuan, aku akan menikahkan dengan Ustman” kata Rasulullah SAW.

Kaum muslim menyambut engan duka cita yang amat dalam atas meninggalnya Ummi Kalsum. Ummu Atiyyah, Safiyyah binti Abdul Muthalib san Asma binti Umays memandikan jenazah Ummi kalsum. Mereka menempatkanjenazahjnya pada sebuah keranda.

Rasulullah SAW tampak menitikkan air mata ketika memakamkan Ummi Kalsum. Dia adalah putri Rasulullah SAW ketiga yang meninggal. Dia meninggal tidak lama setelah Zainab putri pertama Rasulullah  SAW.

4. FATHIMAH AZ-ZAHRA
Pemimpin wanita pada masanya ini adalah putri ke 4 dari anak-anak Rasulullah SAW, dan ibunya adalah Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwalid. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala menghendaki kelahiran Fathimah yang mendekati tahun ke 5 sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul, bertepatan dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai menengah ketika terjadi perselisihan antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka’abah diperbaharui. Dengan kecerdasan akalnya beliau mampu memecahkan persoalan yang hampir menjadikan peperangan diantara kabilah-kabilah yang ada di Makkah.

Kelahiran Fahimah disambut gembira oleh Rasulullahu SAW dengan memberikan nama Fathimah dan julakannya Az-Zahra, sedangkan kunyahnya adalah Ummu Abiha (Ibu dari bapaknya).

Ia putri yang mirip dengan ayahnya, ketika menginjak usia 5 tahun terjadi peristiwa besar terhadap ayahnya yaitu turunnya wahyu dan tugas berat yang diemban oleh ayahnya. Dan ia juga menyaksikan kaum kafir melancarkan gangguan kepada ayahnya.sampai cobaan yang berat dengan meninggal ibunya Khadijah. Ia sangat pun sedih dengan kematian ibunya.

Pada saat kaum muslimin hijrah ke madinah, Fathimah dan kakaknya Ummu Kulsum tetap tinggal di Makkah sampai Nabi mengutus orang untuk menjemputnya.Setelah Rasulullah SAW menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar, para sahabat berusaha meminag Fathimah. Abu Bakar dan Umar maju lebih dahulu untuk meminang tapi nabi menolak dengan lemah lembut. Lalu Ali bin Abi Thalib datang kepada Rasulullah untuk melamar, lalu ketika nabi bertanya, 

“Apakah engkau mempunyai sesuatu ?”
"Tidak ada ya Rasulullah,” jawabnya. 
“Dimana pakaian perangmu yang hitam, yang saya berikan kepadamu,”  Tanya Rasullah SAW lagi. 
“ Masih ada padaku wahai Rasulullah,” jawab Ali. 
“Berikan itu kepadanya (Fatihmah) sebagai mahar,”.kata beliau.

Lalu Ali bergegas pulang dan membawa baju besinya, lalu Nabi menyuruh menjualnya dan baju besi itu dijual  kepada Utsman bin Affat seharga 470 dirham, kemudian diberikan kepada Rasulullah dan diserahkan kepada Bilal untuk membeli perlengkapan pengantin.

Kaum muslim merasa gembira atas perkawinan Fathimah dan Ali bin Abi Thalib, setelah setahun menikah lalu dikaruniai anak bernama Al- Hasan dan saat Hasan genap berusia 1 tahun lahirlah Husein pada bulan Sya’ban tahun ke 4 H.

Rasullah sangat menyayangi Fathimah, setelah Rasulullah bepergian ia lebih dulu menemui Fathimah kemudian baru menemui istri-istrinya. Aisyah berkata ,

” Aku tidak melihat seseorang yang perkataannya dan pembicaraannya yang menyerupai Rasulullah selain Fathimah, jika ia dating mengunjungi Rasulullah, Rasulullah berdiri lalu menciumnya dan menyambut dengan hangat, begitu juga sebaliknya yang diperbuat Fathimah bila Rasulullah datang mengunjunginya.”.

Rasulullah mengungkapkan rasa cintanya kepada putrinya takala diatas mimbar: 
”Sungguh Fathimah bagian dariku, Siapa yang membuatnya marah berarti membuat aku marah”. Dan dalam riwayat lain disebutkan, ”Fathimah bagian dariku, aku merasa terganggu bila ia diganggu dan aku merasa sakit jika ia disakiti.”.
                        
Setelah Rasulullah SAW menjalankan haji wada’ dan ketika ia melihat Fathimah, beliau menemuinya dengan ramah sambil berkata,” Selamat datang wahai putriku”
Lalu Beliau menyuruh duduk disamping kanannya dan membisikan sesuatu, sehingga Fathimah menangis dengan tangisan yang keras, tak kala Fathimah sedih lalu Beliau membisikan sesuatu kepadanya yang menyebabkan Fathimah tersenyum.

Takala Aisyah bertanya tentang apa yang dibisiknnya lalu Fathimah menjawab,” Saya tak ingin membuka rahasia”
Setelah Rasulullah wafat, Aisyah bertanya lagi kepada Fathimah tentang apa yang dibisikan Rasulullah kepadanya sehingga membuat Fathimah menangis dan tersenyum. Lalu Fathimah menjawab,

” Adapun yang Beliau kepada saya pertama kali adalah beliau memberitahu bahwa sesungguhnya Jibril telah membacakan al-Qura’an dengan hapalan kepada beliau setiap tahun sekali, sekarang dia membacakannya setahun 2 kali, lalu Beliau berkata “Sungguh saya melihat ajalku telah dekat, maka bertakwalah dan bersabarlah, sebaik baiknya Salaf (pendahulu) untukmu adalah Aku.”. Maka akupun menangis yang engkau lihat saat kesedihanku. Dan saat Beliau membisikan yang kedua kali, Beliau berkata,” Wahai Fathimah apakah engkau tidak suka menjadi penghulu wanita-wanita penghuni surga dan engkau adalah orang pertama  dari keluargaku yang akan menyusulku”. Kemudian saya tertawa.

Takala 6 bulan sejak wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, Fathimah jatuh sakit, namaun ia merasa gembira karena kabar gembira yang diterima dari ayahnya. Tak lama kemudian iapun beralih ke sisi Tuhannya pada malam selasa tanggal 13 Ramadhan tahun 11 H dalam usia 27 tahun.


Subhanallah, betapa hebat dan tegarnya sosok Putri-putri Rasulullah SAW. semoga kita semua dapat menjadikan mereka sebagai cerminan dalam hidup di dunia ini. Amin Ya Rabbal  'Alamin

Dikutip dari : Seri tokoh Muslimah."Putri-Putri Rasulullah ".oleh Sumarti M. Thahir.Terbitan tahun 2002. Penerbit PT Citra Putra Bangsa.Jakarta dan Di sini


0 komentar:

Posting Komentar