Nabilah Humairah, biasa dipanggil nabil adalah seorang gadis yang cantik,
ceria nan cerdas. Banyak orang yang menyukainya karena kesantunan akhlaknya.
Nabil terkenal ramah dengan siapapun. Dia adalah anak tunggal dari pasangan Pak
Rasyid dan Ibuk aisyah. Ayahnya seorang rector di sebuah universitas dan ibunya
seorang dokter di sebuah rumah sakit umum.
Sekarang Nabil menduduki bangku sebuah SMA di Bandung, dia anak yang
banyak menjulang prestasi baik dibidang akedemik maupun non akademik. Dara kelahiran
tahun 1996 ini memang sangat aktif baik dalam bidang pelajaran maupun di
berbagai organisasi.
Dan pada suatu hari, saat upacara bendera berlangsung dengan hitmat tiba
tiba terdengar suara yang memecahkan suasana dari deretan kelas XII IPA 1, rupanya
Nabil terjatuh pingsan dan kemudian di bawa ke UKS oleh beberapa petugas
PMR pagi itu. Namun melihat keadaan
Nabil yang semakin memburuk itu, maka pihak sekolah memutuskan untuk langsung
membawanya ke rumah sakit. Sebelum akhirnya pingsan total dia sempat berpesan
agar hal ini tidak diberitahukan kepada kedua orang tuanya karena dia takut
mereka khawatir. Dan tanpa berfikir panjang guru pendampingpun mengiyakan
permintaannya tersebut
Beberapa menit kemudian Nabil pun kembali sadar, dan saat dokter ingin
memberitahukan hasil pemeriksaannya, Nabil tak mau satu orangpun mendengarkan
hasil tersebut. Dia meminta untuk mengetahui langsung hasil pemeriksaan atas
dirinya itu.
Seakan terperanjak dengan hasil yang mengatakan bahwa dia mengidap kanker
Otak stadium akut, Nabil tetap mencoba untuk menyembunyikan kesedihan dan fakta
tentang penyakitnya itu kepada seluruh teman teman bahkan orang tuanya sendiri
Hari hari pun yang dia lalui sekarang semakin berbeda dengan biasanya,
semangat belajarnya semakin menurun dan tak jarang saat pelajaran berlangsung
tetesan darah mengalir dari hidungnya. Orang tua Nabil semakin curiga,
merekapun akhirnya mengetahui tentang penyakit kronis yang diderita oleh
putrinya tersebut.
Seakan menyembunyikan segala penderitaannya, Nabil mencoba melerai
kekhawatiran kedua orang tuanya, dia menjelaskan bahwa dirinya tak pernah
merasa kesakitan dengan apa yang di deritanya sekarang, dia tetap bersikeras
bahwa dia masih sehat sepeti biasanya dan tidak mau di kemoterapi walaupun
sebenarnya rasa sakit yang mengerogoti tubuhnya itu semakin hari semakin
mengganas.
Nabil selalu mencoba tersenyum kepada semua orang setiap harinya, dan
kepedihan yang dia rasakan malah dia tuangkan ke dalam sajak sajak Puisi atau
buku hariannya. Dia selalu mencoba menutupi air mata kesedihannya demi
menghilangkan rasa khawatir dari setiap orang di sekelilingnya
Saat suatu sore sepulangnya dari sekolah, nabil yang dijemput oleh pak
tarto supirnya tiba tiba meminta untuk memberhentikan mobil di depan sebuah
toko bunga, di sana dia membeli sebatang mawar putih yang ingin dia tanam di
belakang rumahnya
Hari hari selanjutnya dia lebih menghabiskan waktunya untuk mengurusi
bunga mawar itu, sepulangnya dari sekolah, dia selalu menyirami dan merawat
bunga mawar itu dan tak jarang nabil terduduk sendiri di depan bunga mawar
dengan menuliskan sesuatu dan kemudian menggantungkannya di tangkai tangkai
mawar. Kedua orangtuanya sering tertegun sedih melihat putrinya yang walaupun
mengidap penyakit kronis namun tetap mampu tersenyum tegar menutupi segala yang
terjadi dari semua teman-temannya.
Beberapa hari kemudian, setelah shalat shubuh dan ibu nabil mengantarkan
sarapan ke kamarnya. Dia terkejut meliihat anaknya tergeletak tak berdaya di
atas hamparaan sajadah. Mukena putihnya dilemuri oleh arah yang berasal dari
hidung nabil. Ibu Aiyah terisak isak sedih dan memanggil suaminya, pak Rasyid.
Seakan kehilangan kata-kata, pak rasyid langsung menggoyong Nabil ke rumah
sakit.
Teman-teman Nabil sangat terkejut mendengar kabar nabil di bawa ke rumah
akit karena mengidap Kanker ganas. Mereka tak menyangka bahwa nabil yang selama
ini selalu tersenyum ternyata menyimpan perih yang amat mendalam. Isak tangis
seakan menghapus keheningan koridor di sepan UGD saat itu. Hanya Ayah nabil
yang mencoba untuk tegar tanpa menunjukkan kepedihan hati melihat anak semata
wayangnya yang terbaring lemah di dalam. Lantunan do’apun terus membasuhi bibir
ibu Nabil. Dengan terus berkesimpuh air mata, segenap insan di koridor itu
terus melantukan do’a do’a berharap kesembuhan sang dara ceria itu.
Suara pintupun menjadi penyengap kegundahan hati. Terlihat sang dokter
yang penuh keringat keluar dengan wajah yang memucat. Semua orang bertanya
Tanya tentang keadaan Nabil. Ibu Aisyah yang di damping pak Rasyid langsung menatap
lirih berkaca kaca sang dokter sambil menanyakan keadaan putrid tercintanya.
Dengan wajah layu sang dokter mencoba menjelaskan semuanya, dokter itu
mengutarakan bahwa sang putri caktik itu sudah tiada dan kembali kepada Sang
Maha Kuasa. Deraian air mata pun semakin tak terbendung dari semua insan di
ruangan itu. Caca sahabat baik nabil langsung menerobos pintu dan melihat tubuh
nabil yang terbaring tak bernyawa lagi. Caca menangis sejadi jadinya dan
menyesali betapa bodohnya dirinya, mengapa dia tidak pernah menyadari bahwa
dibalik senyuman sahabat terbaiknya yang selama ini, rupanya Nabil menyimpan
perih penyakit sendirian. Kenapa dia tak bisa menemani sisa sisa hari terakhir
sahabatnya itu. Penyesalan pun terus menerus melayang dalam benaknya. Hingga ayah
dan ibu Nabil member penjelasan untuk harus mengiklaskan kepergia sahabatnya
itu, Ibu Aisyah dengan mata berbinar binar mendekati Mayat nabil dan
membisikkan bahwa mereka telah mengiklaskan kepergiannya, dan mengaku bangga
telah memiliki anak sekuat dan secerdas Nabil. Do’a terakhirpun dibisikkan oleh
Ayahnya yang akhirnya tak sanggup lagi menahan air mata dan mengecup kening
putri kesayangannya untuk yang terakhir kalinya.
Mungkin, tak akan ada lagi senyuman tegar di rumah itu. Tapi bunga mawar
yang di Tanami oleh Nabil seakan menjadi kenangan terindah yang senantiasa
dijaga oleh kedua orang tuanya.